Minggu, 10 November 2013

Momen Kembali ke Jogja

Yogyakarta. Mengucapkan nama kota itu menghadirkan nuansa rindu yang mengetuk-ngetuk hati. Kota dimana aku menemukan masa-masa remaja yang ceria, masa-masa kuliah yang dinamis saat idealisme menjadi tuan di ruang pikirku. Yah, di kota itu aku menemukan cinta pertama, pacar pertama dan kisah asmara pertama yang terangkai dalam jalinan waktuku.

Masih jelas tergambar di lorong-lorong ingatanku, akhir kisahku di kota ini. Sematan gelar master dari universitas ternama di Jogja menjadi batas akhir waktuku di kota ini. Satu bagian hidup yang membuatku bangga saat harus pergi dari kota yang telah menghadirkan banyak kenangan.
Namun satu bagian hidupku yang lain harus kandas bersamaan dengan luruhnya jalinan cinta yang ditempa perbedaan budaya dan latar belakang sosial. Dua hal yang kontradiktif dalam satu bingkai waktu. Hujan gerimis yang nyaris tak berhenti sepanjang hari itu, seolah menjadi back song dari kedua rasa berbeda yang berbaur dan mengaduk-aduk pikiran dan perasaan yang mengiringi perjalanan pulangku.

Delapan tahun lebih kisah itu telah berlalu. Dengan kesibukanku sebagai karyawan pemerintah, hampir tak ada waktu untuk berkunjung di kota itu. Meski sering ditugaskan keluar kota, tapi kesempatan untuk tugas luar ke Jogja hampir tidak pernah datang padaku. Tapi akhirnya kesempatan tugas ke Jogja datang juga padaku. Walaupun hanya dua hari, cukuplah mengobati sedikit rindu pada bilah-bilah anyaman masa lalu.

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja




Lagu Katon Bagaskara itu serasa menggema di langit-langit benakku saat kakiku menjejak kembali di kota pelajar ini. Ada rasa haru yang menghentak-hentak kalbu, ada lintasan kenangan yang berkelebat, ada rasa rindu pada teman-teman lama yang entah tersebar ke penjuru mana saja mereka kini.
Dulu, bersama teman-teman aku sering menyusuri jalan-jalan kota itu dengan sepeda motor, dengan bis kota atau olahraga pagi sepanjang jalan Solo sampai perempatan sebelum jalan Sudirman. Sekarang aku seperti mengulang lagi kenangan itu. Dengan mobil jemputan dari kantor, kami menyusuri jalan-jalan di Jogja dan menyaksikan perkembangan kota itu. Beberapa tempat nampak telah berubah, namun suasana kota ini masih sama seperti sembilan tahun silam. Tugu sebagai ikon kota ini dan jalan Malioboro sebagai kawasan perdagangan, masih tetap sama seperti dulu.


sumber foto : www.wikimapia.org

Yogyakarta berhati Nyaman. Itulah semboyan kota itu, tapi bagiku tidak sekedar semboyan, karena aku benar-benar merasa nyaman walau hanya beberapa jam berada di kota itu. Atau…semboyan itulah yang memberiku sugesti untuk merasa nyaman? Entahlah. Yang pasti, kembali ke Jogja rasanya hampir sama seperti pulang ke kampung halaman.
Jalanan lengang dan bebas macet mengiringi perjalananku siang itu dari Bandara menuju Kantor. Dari kantor kami menuju kawasan Malioboro untuk mencari penginapan. Sengaja mencari penginapan di kawasan ini agar waktu yang sedikit tersisa di luar tugas, dapat kami manfaatkan maksimal untuk jalan-jalan di Pasar Beringharjo dan sepanjang jalan Malioboro.
Tak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada, siang hari usai shalat dhuhur, kami berjalan-jalan berkeliling Pasar Beringharjo dan berburu pakaian batik dengan harga murah di kawasan ini.


sumber foto : www. wisatamelayu.com

Puas berkeliling Pasar Beringharjo, kami istirahat di hotel sejenak, hingga usai shalat magrib dan saatnya kami harus mencari makan malam. Untuk melengkapi nuansa jogjanya, kami sengaja mencari makan malam ala lesehan Malioboro, sambil melihat-lihat suasana malam di Malioboro.
Meski bertahun-tahun di Jogja, aku hampir tidak pernah melihat suasana malam di Malioboro, karena tempat kost ku dulu lumayan jauh dari kawasan ini. Lagi pula transportasi umum di Jogja hanya sampai jam 7 malam.

Semarak malam di Malioboro membuat hasrat jalan-jalanku kembali menggebu. Yah, pasti Malioboro dimalam hari lebih indah daripada siang hari. Sepanjang trotoar jalan para pedagang menjajakan aneka dagangannya. Jika kita pandai menawar dan beruntung, kita akan mendapatkan barang-barang dengan harga yang sangat murah. Biasanya mereka menawarkan harga dua kali lipat dari harga aslinya. So pandai-pandailah menawar jika hendak berbelanja di tempat ini.




Soal kualitas barang? Wah tak kalah deh dengan kualitas barang di tempat lain. Baju batik, sandal, kaos dengan aneka tulisan lucu khas Jogja, asesoris, kerajinan tangan dan masih banyak lagi benda-benda lucu dan menarik di tempat ini.





Oya, walaupun kita asik berbelanja, tapi jangan lupa berbagi ya? karena di kawasan ini kita akan sering bertemu dengan mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. jadi uangnya jangan dihabiskan buat belanja semua, tapi sisihkan buat mereka...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar